Jumat, 09 Oktober 2009

Pulau Biawak

Indramayu - Pulau Rakit adalah salah satu pulau yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu  Jawa Barat. Sepintas pulau tidak begitu penting, selain lokasi bagi para nelayan mencari ikan. Namun di pulau ada sejumlah peninggalan sejarah pada masa kolonial Belanda.

Namun bila melihat lebih dekat, pulau ini ternyata tempat tinggal nyaman bagi reptil biawak. Populasi reptil purba ini sangat banyak. Mereka bebas berkeliaran  sehingga akhirnya pulau ini lebih dikenal dengan nama Pulau Biawak. Pulau Rakit jaraknya sekitar empat puluh kilometer dari kawasan pesisir Indramayu.

Pulau ini sangat kecil dan masuk dalam kawasan perairan Kabupaten Indramayu.Dengan perahu kira  kira perjalan memakan waktu tiga hingga empat jam, melintasi laut jawa dari pelabuhan nelayan di Indramayu.

Kapal ini biasanya juga digunakan untuk mengangkut wisatawan yang ingin berlibur ke pulau ini. Hanya saja, kapten kapal baru menjalankan kapal motornya asal ada rombongan yang bersedia menyewanya. Biaya sekitar dua juta rupiah, pulang bali.
Kurangnya sarana transportasi yang memadai, memang membuat sebagian objek wisata di Indonesia menjadi mahal, hingga sebagian akhirnya mati, karena tidak ada satu pengunjung yang datang. Para nelayan biasanya mencari ikan di perairan pulau ini.
Tercatat ada sekitar sembilan puluh lima jenis ikan, sebagian bisa diamati langsung hanya dengan menyelam sedalam satu meter. Kapal kami tidak bisa merapat, karena perairan sangat dangkal, sehingga kami terpaksa menggunakan sampan untuk mencapai dermaga.

Pulau ini luasnya sekitar seratus dua puluh hektar, dan semua masih asri dan alamiah. Tidak ada restoran dan penginapan, atau hotel. Uang seperti-nya tidak ada gunanya di sini.Hutan bakau menutupi sekitar delapan puluh hektar dari luas pulau ini. Bebarapa diantaranya terdapat jenis bakau yang sudah langka di kawasan pantura.
Pulau Rakit sudah lama dijadikan pusat penangkaran dan penelitian flora dan fauna yang beragam. Salah satu yang menarik adalah populasi biawak yang cukup banyak, sehingga pulau ini lebih dikenal dengan nama Pulau Biawak.

Reptil ini bebas berkeliaran dan sudah ada di pulau ini sejak ratusan tahun lalu. Hewan ini akan keluar dari persembunyiannya, jika mencium bau amis.Biawak masih satu saudara dengan komodo yang habitat-nya ada flores  nusa tenggara timur. Hanya ukurannya saja yang lebih kecil.
Di pulau ini, jumlahnya bisa mencapai ribuan ekor. Mereka bebas dan terlindungi. Padahal di beberapa tempat, reptil ini selalu diburu, karena kulit dan dagingnya adalah uang. Karena kulit dan dagingnya adalah uang.

Segmen 2
Belum diketahui, sejak kapan biawak ini menjadikan Pulau Rakit tempat tinggal yang nyaman. Reptil ini, kabarnya sudah ada sejak manusia pertama kali datang ke pulau ini, lebih dari se – abad yang lalu.
Jumlahnya bisa ribuan ekor. Mereka bebas berkeliaran, sehingga kemana saja melangkah, anda bisa bertemu dengan reptil ini. Reptil ini masih satu keluarga dengan komodo. Ia hewan omnivora atau pemakan segalanya.

Bila habitatnya di pesisir, kegemarannya adalah menyantap ikan. Namun bila di sawah, reptil juga gemar menyantap kodok bahkan serangga. Menjelang senja, anda bisa mendapati reptil ini berenang mencari makan, berupa ikan segar.
Dibandingkan komodo, ukuran biawak lebih kecil. Paling panjang yang ditemui sekitar tiga meter.Hewan ini bertelur. Biasanya disembunyikan di lubang lubang di semak  semak, agar tidak dimangsa hewan buas.

Reptil ini sangat agresif. Sewaktu  waktu ia bisa menyerang manusia, apabila merasa terganggu.Namun bagi Sumanto, biawak ini seolah hewaan piaraan yang tidak menyeramkan. Selama bertahun  tahun ia hidup dan bergaul dengan hewan buas ini.Setiap hari ia menjaring ikan, makanan yang paling disukai biawak. Pekerjaan ini sudah menjadi kesehariannya.

Menurut Sumanto diantara ratusan reptil buas ini, ada sekitar empat puluh ekor yang jinak. Mereka akan keluar dengan sendirinya bila Sumanto datang membawa santapan kesenangannya.
Pekerjaan Sumanto ini menjadi hiburan menarik dan langka. Melihat bagaimana biawak  biawak ini keluar dari sarangnya dan begitu lahap menikmati santapannya. Sumanto sebenarnya adalah pegawai pemerintah yang bertugas menjaga dan mengendalikan menara mercusuar di pulau ini.
Pekerjaan memberi makan biawak, hanya sambilan. Ia menyadari pekerjaannya adalah bentuk dari upaya menyelamatkan dan melestarikan reptil purba yang berada diambang kepunahan.
Di beberapa daerah, populasi reptil ini semakin berkurang, karena terus diburu untuk diambil kulit dan dagingnya yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.Pekerjaan Sumanto yang lain dan penting adalah menjaga dan mengoperasikan mercusuar. Ia melakukannya bersama rekan-nya yang lain bernama Slamet.
Mereka berdua tinggal di pulau ini untuk bersama mercusuar yang sudah berusia ratusan tahun. Pekerjaan yang menjemukan. Apalgai dilakukan di tempat terpencil yang jauh dari keramaian kota. Kendati demikian, tanpa bantuan kedua orang ini, lalu lintas pelayaran di perairan ini bisa terganggu.


Segmen 3
Mercusuar ini adalah menara yang menjulang setinggi enam puluh lima meter. Mercusuar ini peninggalan belanda yang dibangun tahun seribu delapan ratus tujuh puluh dua. Belanda membangunnya, karena menara mercusuar ini sangat penting saat itu, untuk mengatur lalu lintas pelayaran di perairan ini.
Usia mercusuar ini sama tuanya dengan mercusuar yang berdiri tegak di Anyer  Banten.Bagunan ini berdiri dengan kokoh, kendati sebagian besi penunjang sudah mulai kropos dimakan waktu. Slamet sehari hari bertugas merawat bangunan ini bersama Sumanto.
Ia harus membersihkan kaca, agar cahaya lampu bisa dengan jelas terbaca nahkoda kapal yang kebetulan melintas di perairan ini. Ia juga harus mengecek lampu, apakah mengalami kerusakan atau tidak.
Pada jaman dahulu, sebelum ada lampu, biasa-nya menggunakan api. Kini sebagian besar mercusuar sudah dilengkapi peralatan lampu atau lensa yang canggih. Ia bersama Sumanto sudah bertahun  tahun melakukan pekerjaan ini.
Rutinitas yang pasti membuat  nya jenuh, apalagi di tempat yang terpencil dan jauh dari keramaian. Namun slamet berusaha merawat bangunan ini dengan baik, seolah sudah seperti rumahnya sendiri.
Kondisinya sangat memperihatinkan. Beberapa bagian sudah berkarat dan keropos. Slamet harus lebih sering membersihkannya, karena sangat berbahaya buat dia dan rekannya Sumanto. Bangunan seperti ini fungsinya memang sudah
tidak seperti pada masa lalu. Berkembangnya peralatan pemantau canggih, seperti GPS, telah mengubah mercusuar menjadi banguan bersejarah. Di ketinggian enam puluh lima meter, pemandangan begitu mempesona.
Ketika menjelang malam, suasana semakin sepi dan terpencil. Namun bagi Slamet dan Sumanto, hal itu sudah biasa. Suasana seperti ini seolah membawa kita ke masa lalu, jaman kolonial yang jauh dari hiruk pikuk kendaraan bermotor serta hingar bingar informasi dari belasan stasiun televisi.
Dan justru pada saat seperti ini, mereka berdua harus menjalankan tugasnya menyalakan lampu mercusuar. Bagi kedua pegawai pemerintah ini, mercusuar ini masih tetap penting. Selain harus merawatnya, malam ini Slamet dan Sumanto harus mengoperasikannya.
Cahaya lampu bisa menjangkau hingga puluhan kilometer dan akan sangat berguna, buat kapal yang melintasi perairan ini agar tidak mengahantam karang. Siang hari, seperti biasa Sumanto kembali memberi makan biawak  bawaknya. Sebuah rutinitas di pulau kecil  yang bernama biawak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar